Hedonisme - Hedonisme adalah paham yang mencari kenikmatan duniawi. Yang diutamakan menurut paham hedonisme adalah kenikmatan. Semua hawa nafsu kita turuti dan puaskan. Semboyannya: hidup hanya sekali, mengapa dibuat susah? Lebih baik kita nikmati hidup ini dengan menuruti semua keinginan daging. Semangat ini perlu disikapi dengan membiasakan sikap lepas bebas pada kenikmatan, pertarakan suci, serta sikap lepas pada kebendaan.
- Pengantar
Hedonisme adalah paham yang mencari kenikmatan duniawi. Kesenangan dan kenikmatan materi menjadi tujuan utama dalam hidup. Maka, semuanya kemudian diukur dengan kebendaan berupa harta, uang, dan semua yang tampak dari luanya saja. Menurut mereka, orang yang senang itu adalah orang yang memiliki banyak harta benda, sementara orang yang bahagia itu adalah orang yang senang. Apakah budaya hedonis ada dalam diri kita?
Teks 1
FILSAFAT HEDONISME GAYA HIDUP MASA KINI
Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan dan kesenangan dalam hidupnya. Kebahagiaan dan kesenangan adalah hak bagi setiap manusia. Bermacam-macam cara dilakukan untuk meraih yang namanya kebahagiaan, baik itu dengan cara yang halal maupun cara yang haram. Masyarakat kita cenderung mencari kesenangan dan kebahagiaan dengan berbagai cara bahkan sampai menghalalkan segala cara. Inilah yang biasa kita kenal dengan dengan masyarakat hedonis.
Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM. Hedonisme ingin menjawab pertanyaan “Apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?” Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan. Meskipun kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristoppus, ada batasan kesenangan itu sendiri. Batasan itu berupa pengendalian diri. Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak mungkin dari kegiatan makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau rakus, tetapi harus dikendalikan/dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.
Pandangan tentang ‘kesenangan’ (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM). Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. Hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan. Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan. Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan. Namun demikian, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung Kaum Epikurean, melainkan kenikmatan yang dipahami secara mendalam. Kaum Epikurean membedakan keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/harta yang berlebihan). Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan sederhana disarankan oleh Epikuros. Tujuannya untuk mencapai ”Ataraxia”, yaitu ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang. Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan (phoronesis). Orang bijaksana bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar dengan cara membatasi diri, ia akan mencapai kepuasan. Ia menghindari tindakan yang berlebihan.
Generasi yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja. Media memang menyuguhkan banyak informasi seperti berita politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Tetapi ada juga penawaran iklan tentang berbagai produk yang secara sadar maupun tidak telah membius masyarakat. Kaum remaja yang masih diliputi jiwa yang labil menjadi sasaran utama para produsen produk-produk terkenal ini. Tidak mengherankan jika budaya konsumtif yang sebelumnya sudah melekat dalam diri bangsa ini dikuatkan lagi dengan budaya hedonisme. Kemunculan budaya hedonisme ini terjadi tanpa kita sadari seiring dengan gerak zaman yang semakin modern. Gaya hidup yang glamor semakin digandrungi oleh para remaja, seakan ada istilah “ga style itu ga gaul”. Mereka yang sudah tergila-gila dengan budaya konsumtif akan rela melakukan apa saja demi memenuhi hasratnya. Seperti perburuan fashion terbaru, jam tangan merek ternama, sepatu, HP model terbaru, dan bahkan dari ujung rambut sampai ujung kaki pun tak luput menjadi saksi bisu budaya ini.
Remaja sangat antusias terhadap adanya hal yang baru. Gaya hidup hedonis sangat menarik bagi mereka. Daya pikatnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat munculah fenomena baru akibat paham ini. Fenomena yang muncul, ada kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serba kecukupan tanpa harus bekerja keras. Titel “remaja yang gaul dan funky ” baru melekat bila mampu memenuhi standar tren saat ini.Yaitu minimal harus mempunyai handphone, lalu baju serta dandanan yang selalu mengikuti mode. Beruntung bagi mereka yang termasuk dalam golongan berduit, sehingga dapat memenuhi semua tuntutan kriteria tersebut. Akan tetapi bagi yang tidak mampu dan ingin cepat seperti itu, pasti jalan pintaslah yang akan diambil.
Sesungguhnya keinginan untuk hidup senang dan mewah adalah sebagian dari naluri semua manusia, tetapi hal tersebut tidak boleh dibiarkan membudaya dalam masyarakat karena hal itu akan banyak menimbulkan dampak negatif. Gaya hidup hedonis membentuk sikap mental manusia yang rapuh, mudah putus asa, cenderung tidak mau bersusah payah, selalu ingin mengambil jalan pintas, tidak hidup prihatin, dan bekerja keras. Seseorang yang terjebak gaya hidup hedonis akan mengambil bagian yang menyenangkan saja. Adapun hal yang bakal memayahkannya, dia hindari. Dia tidak mau peduli bagaimana orang tuanya bekerja keras siang dan keras siang dan malam, sementara itu dirinya hanya bisa nongkrong di mal, berkumpul dengan kalangan berduit, selalu memilih barang berharga mahal meskipun menggunakan barang yang relatif murah sebenarnya bisa. Apa yang melekat pada dirinya harus selalu terkesan mewah dan elegan.
Gaya hidup hedonis identik dengan gaya hidup glamor, hura-hura, foya-foya, dan bersenang-senang. Gaya hidup hedonis akan mengantarkan seseorang pada sikap mental yang tidak mau peduli dan peka melihat keberagaman hidup, tidak memiliki sensitivitas terhadap kesulitan hidup orang lain. Singkat kata, gaya hidup hedonis melahirkan manusia-manusia yang tumpul sikap sosialnya, melahirkan jenis manusia asosial.
Sebenarnya kita boleh gaul tapi jangan over, senang-senang juga tidak dilarang apalagi bagi para pemuda pemudi tapi kesenangan itu jangan dilakukan setiap saat. Hedonisme rawan menimbulkan sifat individualisme karena manusia cenderung akan bekerja keras untuk memenuhi kesenangannya tanpa mempedulikan orang lain di sekitarnya. Secara ringkas dapat kita katakan dampak negative hedonisme antara lain :
- Hedonisme membuat orang lupa akan tanggungjawabnya karena apa yang dia lakukan semata-mata untuk mencari kesenangan diri. Jika hal-hal tersebut mampu menggeser budaya bangsa Indonesia maka sedikit demi sedikit Indonesia akan kehilangan jati diri yang sesungguhnya.
- Manusia akan memprioritaskan kesenangan diri sendiri dibanding memikirkan orang lain, sehingga menyebabkan hilangnya rasa persaudaraa, cinta kasih dan kesetiakawanan sosial.
- Sikap egoisme akan semakin membudaya, inilah bukti hedonisme yang menjadi impian kebanyakan anak muda.
- Semakin berkembangnya sistem kapitalis-sekuler karena sistem inilah yang menyebabkan hedonisme berkembang secara pesat.
- Merusak suatu sistem nilai kehidupan yang ada dalam masyarakat sekarang, mulai sistem sosial, politik, ekonomi, hukum, pendidikan sampai sistem pemerintahan.
- Meningkatnya angka kriminalitas. Tindak kriminal yang akhir-akhir ini marak terjadi kebanyakan dilatar belakangi oleh sifat hedonisme manusia semata.
- Hedonisme adalah derivasi (turunan) dari liberalisme. Sebuah pandangan hidup bahwa kesenangan adalah segalanya, bahkan kehidupan itu sendiri. Bagi kaum hedonis, hidup adalah meraih kesenangan materi: sesuatu yang bersifat semu, sesaat, dan artifisial.
- Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal dan memberikan kepuasaan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata.
Teks 2: Pelajaran Rohani Ibu Magdalena Daemen
Pelajaran Rohani Ibu Magdalena Daemen: Pertarakan Suci
“Para Suster terkasih, apabila Anda ingin memiliki kehidupan rohani yang mantap dan ingin cepat mencapai taraf kesempurnaan yang tinggi, hendaklah Anda mengusahakan pertarakan suci, yaitu dengan seksama menjaga alat indra Anda. Janganlah mengizinkan mata melihat sesuatu, telinga mendengar sesuatu, lidah mengucapkan sesuatu, tangan dan kaki melakukan sesuatu, budi melakukan sesuatu, hati merasakan sesuatu yang sia-sia, terlebih terlarang. Lain daripada itu, seorang suster yang melaksanakan pertarakan suci selalu memperhatikan sopan santun sebagaimana layaknya pengantin Kristus. Jadi, kesimpulannya adalah bahwa pertarakan suci merupakan norma rohani yang paling jitu untuk menentukan taraf kehidupan rohani seorang suster.”
Catatan
Pertarakan berasal dari kata dasar “tarak” yang berarti penahanan hawa nafsu, misalnya berpantang, berpuasa, atau pun matiraga. Pertarakan suci dapat kita artikan sebagai upaya penahanan segala hawa nafsu untuk dapat lebih mengarahkan diri kepada Allah Bapa di surga. Untuk dapat menahan segala nafsu badani, kita dapat menjaga segala indra yang ada agar tetap fokus pada Allah. Kiranya apa yang disampaikan Ibu Magdalena Daemen sudah amat jelas. Ia mengingatkan kita untuk menjaga badan kita, jiwa, dan hati kita agar sungguh pantas menjadi “Kraton Ndalem Gusti” atau Kerajaan Allah. Biarlah Tuhan berkenan menjadikan hati kita singgasana-Nya. Biarlah tubuh kita menjadi senjata-senjata kebenaran. Untuk itulah kita perlu menjaga kesucian badan, jiwa, dan seluruh indra yang kita miliki dengan berusaha menahan segala nafsu badani. Kita kondisikan dan arahkan seluruh badan dan jiwa kita pada hal-hal yang baik.
diambil dari Buku Ibu Magdalena Daemen dan Kongregsinya
- Apa pesan tulisan tersebut?
- Apakah virus hedon menjangkiti diri Anda?
- Bagaimana cara Anda menyikapi virus hedon?
Peneguhan
Efek buruk yang ditimbulkan oleh adanya budaya hedonis maka kita perlu untuk mengantisipasinya dengan misalnya perlunya kearifan dalam memilih barang atau kepentingan agar tidak terjebak dalam gaya hidup hedonisme, menanamkan pola hidup sederhana dalam pribadi masing-masing, adanya kedewasaan dalam berfikir dan perlunya ketelitian dalam mengelola uang. Bertanggung jawab pada diri, berempati, mau berbagi dan belajar mandiri juga merupakan sikap yang baik untuk menyingkirkan budaya hedonisme.
Ada 4 hal kemungkinan Anda sudah terjangkit penyakit hedon.
- Sangat suka dengan kegiatan ‘bersenang-senang’. Inginnya setiap waktu itu adalah saat bersenang-senang. Jika hal ini sudah menjadi kecendrungannya, sudah perlu berhati-hati. Karena mereka yang memiliki kecendrungan ini, jiwa juangnya sangat tipis. Inginnya semuanya enak dan gampang. Jika sudah memerlukan perjuangan bisa-bisa ditinggalkan begitu saja. Yang penting bagi mereka adalah apa saja yang penting senang.
- Senang foya-foya. Apalagi kalau sudah seperti ini. Berapapun duit yang diberikan pasti habis dibelanjakan demi memuaskan nafsu semata-mata.
- Sangat senang dengan hiburan. Kegiatan hariannya nonton, gadget, game, dan dunia hiburan lainnya. Kalau sudah begini, kapan belajarnya? Apalagi untuk hal-hal yang bermuatan ibadah? Akhirnya waktunya akan habis dengan hal-hal yang tidak berguna.
- Suka sekali dengan perhiasan. Ini biasanya banyak terjangkit dikalangan anak remaja puteri. Awalnya mungkin ikut-ikutan. ‘Si A barangnya branded semua, Mamanya tidak pernah mau beli jika barangnya bukan branded punya.’ ‘Si B punya koleksi barang ini loh.’ Mulanya mungkin seperti itu dia merajuk. Lama-lama dia pun menginginkan barang-barang yang sama. Si anak jadi cendrung kepada kebendaan dan akhirnya menjadikan tujuan hidupnya hanya sebatas di dunia saja.
Belajar dari Ibu Magdalena Daemen yang melihat bahwa anak-anak banyak menghabiskan waktunya dengan bermain-main di jalan tanpa aktivitas yang bermanfaat bagi masa depan mereka. Melihat persoalan ini beliau berani menawarkan diri untuk mengatasi persoalan yang ada. Bukan karena merasa mampu tetapi karena adanya kemauan untuk berbuat sesuatu. Beliau sadar betul bahwa pendidikan formalnya sangat kurang dan kemampuannya tidak mencukupi. Untuk itu beliau menawarkan kegiatan yang sangat sederhana, menjahit dan merajut. Meskipun sederhana namun kegiatan itu sungguh berarti bagi anak-anak. Baru kemudian pelajaran agama mulai diberikannya. Beliau mengikuti dorongan hati untuk membantu anak-anak mempersiapkan masa depannya.
- Refleksi
Gagasan apa yang muncul dan ingin Anda wujudkan dalam kehidupan Anda sehari-hari? Buatlah catatan di bawah ini.