Bekal Spiritualitas Di Tengah Hiruk Pikuk Dunia dan Neoliberalisme

Kerendahan Hati Dasar Membangun Persaudaraan

Kerendahan Hati Dasar Membangun Persaudaraan - Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh. Kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa karena kamu tidak berdoa, atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi, barang siapa menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah. (Yak. 4:1-4)

  1. Pengantar

Sumber dari pertengkaran dan sengketa di antara kita adalah hawa nafsu kita sendiri. Jika kita dapat mengendalikan hawa nafsu, maka di antara kita akan tercipta persaudaraan. Bersikap keras terhadap diri sendiri, bertindak manusiawi terhadap sesama. Inilah kunci berkembangnya persaudaraan Fransiskan. Teladan hidup Bapa Fransiskus bercahaya begitu cemerlang sehingga setiap orang yang berjumpa dengannya dapat merasakan pancarannya, bahkan orang yang mendengar kisah hidupnya pun akan terpesona. Teladan hidupnya telah membuat dunia berubah, manusia bertobat, dan banyak orang mau mencontoh teladan hidupnya. Hidup rohaninya penuh sehingga hanya Tuhan Yesus yang ada di dalam hidup kesehariannya.

Dapatkah kita bersikap demikian, tidak menuruti kecondongan nafsu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuh?

Bersikap Keras Terhadap Diri Sendiri, Bertindak Manusiawi Terhadap Sesama

Ketika hamba Allah, Fransiskus, melihat bahwa karena teladannya, banyak orang dibesarkan hatinya untuk memanggul salib Kristus dengan semangat yang berkobar-kobar, maka ia sendiri selaku panglima bala tentara Kristus yang baik, bersemangat juga untuk memperoleh  kemenangan dengan mencapai puncak keutamaan yang tiada terkalahkan. Sebab ia memperhatikan perkataan Rasul, “Barang siapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Gal 5: 24).

Untuk membawa perlengkapannya, yaitu senjata Kristus dalam tubuhnya, ia membendung segala keinginan hawa nafsu dengan keras hingga ia hampir tidak menggunakan apa yang sangat perlu untuk pemeliharaan hidupnya. Sebab biasa dikatakannya, bahwa sukarlah orang memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuhnya tanpa menuruti kecondongan nafsunya. Oleh karena itu, di kala sehat, ia hampir dan jarang makan makanan dimasak dan apabila sesekali dilakukan, maka makanan itu ditaburi abu atau seperti kebanyakan kali terjadi, rasa bumbu dibuat hambar dengan dicampuri air.

Apa gerangan hendak kukatakan tentang air anggur, kalau air saja, di kala rasa haus membakar kerongkongannya, hampir tidak cukup diminumnya? Tiap-tiap kali ditemukannya cara-cara untuk dapat lebih berpantang, kian hari ia kian terlatih. Walaupun ia sudah mencapai puncak kesempurnaan, namun ia selalu berbuat seakan-akan ia baru memulai dan selalu menemukan sesuatu yang baru untuk menghukum nafsu daging dengan siksaan-siksaan. Jika ia pergi keluar, ia mengikuti Sabda Injil, ia menyesuaikan diri dengan orang-orang yang menjamunya dalam hal makanan, tetapi begitu ia kembali ke dalam, ia memelihara dengan seksama kecermatan keras puasanya.

Demikianlah, dengan berlaku keras terhadap dirinya sendiri, tetapi bertindak manusiawi terhadap sesama, ia menunjukkan dirinya patuh kepada Injil Kristus dalam segala-galanya dan memberikan teladan yang membina tidak hanya dengan berpuasa, tetapi juga dengan makan. Jika tubuhnya kelelahan, maka biasanya ia berbaring di atas tanah belaka, dan sering juga ia duduk dengan kepalanya bersandarkan sepotong kayu atau sebuah batu. Ia mengenakan sehelai jubah sederhana dan mengabdi kepada Tuhan dalam kedinginan dan ketelanjangan.

Semakin Fransiskus menghayati Kristus di dalam hidupnya, semakin ia sadari betapa masih jauh hidupnya dari yang dicita-citakannya, yaitu mengejar kesempurnaan hidup. Hidup doa dan matiraga antara lain dijadikan sebagai sarananya, sebagai salah satu caranya untuk mengikuti Kristus yang disalibkan. Partisipasinya dalam jalan salib Tuhan Yesus Kristus ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari yang harus dijalaninya dengan mengekang diri, menguasai nafsu, keinginan, dan berbagai kecenderungan duniawi. Sikap Fransiskus terhadap dirinya sendiri itu sangat keras dan tegas. Badan yang dianggapnya saudara keledai tidaklah boleh dimanjakan, tetapi harus dapat menjadi sarana semakin dekat dengan Tuhan. Hanya saja, sekalipun sikapnya itu keras dan tegas terhadap dirinya sendiri, ternyata Fransiskus bersikap sangat manusiawi terhadap sesamanya. Sikap keras terhadap dirinya tidaklah dijadikan ukuran bagi sesamanya.

Di sinilah keutamaan Fransiskus sungguh menonjol. Pada umumnya, kita akan keras terhadap orang lain, tetapi sangat pemaaf terhadap diri sendiri. Bahkan sering kali untuk menutupi kekurangan kita sendiri, kita menuntut orang lain dengan sangat kejam. Sungguh kontradiktif dengan apa yang Fransiskus teladankan.

Fransiskus tidak menuntut sesamanya untuk melakukan seperti apa yang diperbuatnya. Sikapnya sangat lembut terhadap sesamanya. Mau menyelami sesamanya dan seluruh realitasnya. Mau memahami keadaan yang sebenarnya dan tidak mau menuntut lebih dari itu. Hal itu tidaklah berarti bahwa Fransiskus menolerir tindakan jahat dan dosa. Fransiskus sangat membenci dosa dan perbuatan jahat, tetapi ia mencintai pendosa agar bertobat dan kembali kepada Allah. Dengan demikian, sikap manusiawinya itu terarah ke dimensi spiritual, yakni pertobatan dan iman yang teguh.

Sikap manusiawi Fransiskus membuka cakrawala baru, yakni hidup yang lebih memahami sesama dan sekaligus mengarahkan sesamanya itu ke hidup spiritual yang sebenarnya. Matiraga, ulah tapa, dan puasa bukanlah tujuan hidup, tetapi hanya sebagai cara untuk semakin manusiawi, semakin menyadari diri, semakin memahami sesamanya, dan sekaligus membangun hidup rohani yang kuat. Dengan demikian, semakin manusia itu beriman, seharusnya semakin manusiawilah tindakannya.

Sumber: Renungan dari Legenda Maior Bapa Bonaventura, Bab VI

Pertanyaan panduan:

  1. Dari bacaan di atas, bagian mana yang menarik? Mengapa?
  2. Persaudaraan seperti apa yang dapat Anda temukan?
  3. Bagaimana sikap Bapa Fransiskus terhadap dirinya dan orang lain?
  4. Apakah nilai-nilai persaudaraan itu dapat kita terapkan dalam kehidupan kita?

Peneguhan

“Barang siapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Gal 5: 24).

Kalimat di atas mengandung makna suatu keharusan jika kita memilih menjadi pengikut Kristus kita harus berani mengekang kepentingan tubuh, kepentingan daging, mengekang diri, menguasai nafsu, keinginan, dan berbagai kecenderungan duniawi, tetapi harus mengutamakan kepentingan rohani untuk semakin memuliakan Tuhan.

  • Bersikap keras terhadap diri sendiri, bertindak manusiawi terhadap sesama. Inilah kunci berkembangnya persaudaraan Fransiskan. Teladan hidup Bapa Fransiskus bercahaya begitu cemerlang sehingga setiap orang yang berjumpa dengannya dapat merasakan pancarannya, bahkan orang yang mendengar kisah hidupnya pun akan terpesona. Teladan hidupnya telah membuat dunia berubah, manusia bertobat, dan banyak orang mau mencontoh teladan hidupnya. Hidup rohaninya penuh sehingga hanya Tuhan Yesus yang ada di dalam hidup kesehariannya.
  • Fransiskus tidak menuntut sesamanya untuk melakukan seperti apa yang diperbuatnya. Sikapnya sangat lembut terhadap sesamanya. Mau menyelami sesamanya dan seluruh realitasnya. Mau memahami keadaan yang sebenarnya dan tidak mau menuntut lebih dari itu. Hal itu tidaklah berarti bahwa Fransiskus menolerir tindakan jahat dan dosa. Fransiskus sangat membenci dosa dan perbuatan jahat, tetapi ia mencintai pendosa agar bertobat dan kembali kepada Allah. Dengan demikian, sikap manusiawinya itu terarah ke dimensi spiritual, yakni pertobatan dan iman yang teguh.
  • Refleksi

Buatlah catatan pribadi tentang nilai-nilai yang Anda peroleh dan niat-niat yang ingin Anda lakukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *