Bekal Spiritualitas Di Tengah Hiruk Pikuk Dunia dan Neoliberalisme

Sejarah Kehadiran Suster OSF Di Indonesia

PEMIKIRAN DASAR

Tau, nggak, orang gila ngga bisa menikmati hidupnya karena ngga mampu mengikat masa lalu dan ngga punya harapan masa depan, sedangkan kita? Jangan ikut gilaaaa, ya!

Jangan sekali-kali melupakan sejarah, JASMERAH. Hanya orang yang memiliki sejarah yang bisa menikmati saat ini dan memiliki harapan akan masa depan. Dari sejarah kita bisa mengetahui bukan hanya peristiwa masa lalu, tetapi juga latar belakang peristiwa dan cita-cita yang ingin diraih. Dari sejarah pula kita akan mengetahui semangat yang menghidupi suatu peristiwa hingga dapat berlangsung.

Kehadiran suster-suster OSFdi Indonesia, sebuah negeri yang belum pernah mereka kunjungi, belum mereka kenali, Sebuah negeri asing yang jauh tentulah bukan perkara mudah. Dibutuhkan keberanian dan terutama tekad yang kuat untuk mengambil keputusan ini. Lepas dari komunitas yang selama ini telah memberikan kehangatan, keamanan dan kebersamaan menuju tanah asing dengan budaya yang belum mereka kenal.

  1. Pengantar

Kita dapat membayangkan situasi tahun 1870, tahun kedatangan suster-suster OSF di Indonesia yang lebih dikenal dengan Hindia Belanda. Saat itu bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Belanda.Indonesia adalah negeri asing yang belum pernah mereka kunjungi. Mereka meninggalkan segala kenyamanan yang sudah dimiliki untuk memasuki ketidakpastian. Komunikasi dengan biara induk terputus. Alatkomunikasi masih sangat primitif, telepon seluler jelas belum ada.Hal ini jelas membutuhkan keberanian dan idealisme yang tinggi.

Kisah Perjalanan Para Misionaris

Menuju Tanah Misi Hindia Beland

TOKOH:

Narator : Icel

Mrg. Lijnen : Aldo

Mgr. Franken : Fajar

NARATAOR : Mgr. Lijnen adalah salah seorang di antara pastor-pastor Belanda yang bertugas di Hindia Belanda. Mula-mula ia bertugas di Padang, lalu dipindahkan ke Semarang menjadi Pastor Paroki Gedangan. Sebagai Pastor Paroki Gedangan, ia melihat kesibukan para pengurus panti asuhan. Ia melihat perlu pendidikan bagi gadis-gadis remaja Indonesia. Maka, ia kemudian menghadap Mgr. Franken Uskup Clophinipi mohon persetujuan pergi ke negeri Belanda untuk memperoleh rohaniwati yang bersedia mengurusi lembaga panti asuhan Gedangan.

Mrg. Lijnen : (berjalan sambil melihat anak-anak dan pengurus panti)

Mrg Lignen : Syalom. Apakah saya dapat berbicara dengan Mgr.Franken ?

Mgr. Franken : syalom Mgr Linjnen (bisa)

Mgr Lijnen : saya sangat prihatin melihat kesibukan pengurus panti dan tentang pendidikan anak anak gadis indonesia. Apakah saya di ijinkan untuk kembali ke belanda untuk meminta bantuan para suster?

Mgr. Franken : Karena niat baikmu dan ketulusanmu, maka saya ijinkan untuk kembali ke Belanda

Mgr Lijnen : Terima kasih Mgr Franken

NARATOR : Pada Januari 1869, Mgr. Lijnen tiba di negeri Belanda. Ia mengunjungi biara induk tarekat suster-suster Santo Fransiskus di Heythuysen Belanda untuk mohon tenaga yang sangat ia dambakan. Meskipun Ibu Aloysia, Pemimpin Jenderal, tidak berada di tempat, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan baik itu. Diceritakannya secara panjang lebar tentang tanah Jawa kepada para suster sambil membangkitkan semangat misioner mereka. Para suster mendengarkan ceritanya dengan penuh semangat.

Beberapa waktu dibutuhkan oleh ibu Aloysia dan dewannya untuk mempertimbangkan secara matang tentang tempat, jarak, dan situasi yang belum menentu, serta keterpencilan misi Hindia-Belanda. Namun, akhirnya Ibu Aloysia merasa tergerak hatinya untuk menerima tawaran pelayanan kasih di tanah misi. Pendaftaran secara sukarela segera diumumkan. Dua ratus suster menyatakan kesediaannya untuk dikirim ke tanah misi. Ini merupakan suatu pernyataan semangat merasul yang sungguh luar biasa.Tuhan benar-benar berkarya di hati para suster untuk memenuhi panggilan-Nya. Sepuluh suster dipilih untuk diutus. Mereka adalah Ibu Alphonsa Houben sebagai pemimpin, Sr. Marina Deideren, Sr. Aurelia van de Pas, Sr. Lucie Porten, Sr. Yosepha Wisink, Sr. Plechelma Scholten, Sr. Odilia Ten Pol, Sr. Antonine Reuner, Sr. Nicoline Yacobe, dan Sr. Suzanna Broam. Mereka berasal dari beberapa komunitas.

Tidak  terbayangkan,  betapa  besar  keberanian  dan  kebanggaan  mereka; berani meninggalkan tanah air dan segala yang mereka cintai; bangga karena boleh menjadi perintis karya misi di tempat yang sungguh sangat jauh. Para suster dengan rela dan berani berkelana demi Tuhan. Para suster misionaris ini dipersiapkan dengan menjalani masa persiapan selama 6 bulan. Mereka mengikuti retret penyegaran selama 10 hari. Perpisahan dengan para suster diadakan secara sederhana, akrab, dan mengesankan. Pada 4 September 1869, Ibu Aloysia, Ibu Celestine, dan Sr. Stanislas mengantar kesepuluh suster misionaris ke wisma keuskupan di Roermond untuk mendapatkan berkat perjalanan dari Mgr. Paredis, Uskup di Roermond.

Dalam khotbahnya, ia mengucap syukur kepada Tuhan atas segala anugerah yang dilimpahkan kepada 10 suster misionaris. Keberanian menempuh kehidupan baru di tanah misi yang jauh. Mereka adalah tenaga tangguh   dan   terpercaya   yang dapat diandalkan untuk menjadi alat     penyalur     kasih     Tuhan bagi anak-anak yatim piatu di Semarang.

Dengan kapal layar Jacoba Cornelia, para misionaris berangkat ke tanah misi. Dengan penuh rasa haru mereka meninggalkan tanah air. “Selamat tinggal tanah airku yang tercinta, selamat tinggal orang tua, sanak keluarga, sahabat, dan teman sepanggilan. Kedamaian telah kau berikan kepadaku. Iman, harapan, dan cinta telah kau tanamkan dalam diriku. Kini aku meninggalkan semuanya untuk selamanya. Tuhan, berkatilah semua yang telah berjasa dan telah mencintai saya.”

Demikianlah ungkapan hati mereka sampai daratan menghilang dari pan-dangan mereka. Perjalanan awal lancar, cepat, dan tenang. Namun, dalam perjalanan   mereka   mengalami   angin ribut dan diserang badai yang sangat dahsyat. Kapal diangkat dan dipukul ombak ganas. Yacoba Cornelia mengalami kerusakan berat. Situasi menjadi sangat mengkhawatirkan. Semua berdoa, mempersembahkan kurban hidup mereka kepada mempelai Ilahi jika memang itulah yang menjadi kehendak Tuhan. Tuhan mendengarkan doa mereka. Angin dapat beralih dan kapal dapat diputar.

Pada 13 September 1869, Yacoba Cornelia tiba di Ramsgate. Ibu Alphonsa menulis surat menceritakan keadaan Sr. Suzana yang sakit radang paru-paru karena kedinginan dan tidak dapat ikut berlayar lagi. Menanggapi berita itu, dengan segera Ibu Aloysia berangkat ke Ramsgate bersama Sr. Cunigonde Iding untuk menggantikan Sr. Suzana. Sesampainya mereka di Ramsgate, mereka menemukan Sr. Suzana telah sehat dan siap berlayar. Sr. Cunigonde merasa kecewa. Maka Ibu Aloysia memutuskan keduanya boleh berangkat. Pada 20 Oktober 1869, Yacoba Cornelia meneruskan perjalanannya ke Hindia Belanda. Perjalanan lancar. Pada 22 Januari 1870, kira-kira jam 11.00 siang, kapal Yacoba Cornelia berlabuh di Batavia. Kesebelas misionaris menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di tanah misi Hindia Belanda.

Mereka dijemput oleh Pastor Moersel dan dibawa dengan trem ke Biara Ursulin. Setelah beberapa hari beristirahat di Batavia, para suster meneruskan perjalanan mereka ke Semarang. Mereka tiba di pelabuhan Semarang pada 5 Pebruari 1870. Mgr. Lijnen segera menjemput para Suster di kapal, lalu menghadap Mgr. Claessen.

Para suster disambut ibu-ibu di Paroki Gedangan   Weeshuis, Gedangan

Pastor Lijnen mengantar para suster ke Weeshuis Gedangan. Mereka diperkenalkan kepada 221 anak yatim piatu yang akan menjadi tanggung jawab mereka. Para suster menyaksikan anak-anak itu berkeliaran ke mana- mana, seperti domba tanpa gembala. Beberapa waktu dibutuhkan untuk saling menyesuaikan diri antara para suster dan anak-anak yatim piatu. Melihat para suster yang berpakaian cokelat dan berkerudung hitam, beberapa anak mulai menangis takut. Walaupun demikian, para suster dengan berani dan penuh semangat pengabdian siap memulai karya pelayanan mereka. Hanya dalam waktu 1 tahun, pengurus gereja tidak dapat mengenal rumah yatim piatunya kembali karena telah rapi dipelihara oleh para suster.

(Sumber: buku Ibu Magdalena dan Kongregasinya)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *