Kepemimpinan Visioner - Visioner berasal dari kata dasar “visi” yang berarti cita-cita yang ingin diraih. Visi merupakan impian seseorang akan masa depan yang ingin dicapai. Impian itu begitu indah dan membangkitkan semangat, hingga seseorang rela berkorban untuk dapat mewujudkannya.
Pemimpin visioner adalah pemimpin yang memiliki impian masa depan yang begitu indah dan menggairahkan, hingga ia begitu bersemangat untuk meraihnya, bahkan rela berkorban jika perlukan.
- Pengantar
Pemimpin visioner adalah pemimpin yang memiliki impian masa depan yang indah dan menggairahkan, hingga ia begitu bersemangat untuk meraihnya. Ia rela berkorban dan mengalami banyak tantangan. Kepemimpinan visioner pada dasarnya memiliki 7 ciri, yaitu:
- memiliki tujuan yang dirumuskan secara jelas dan dipegang teguh,
- bertindak atas dasar sistem nilai,
- memiliki kemampuan untuk mengatasi situasi yang sulit dan tidak menentu,
- mengidentifikasikan diri sebagai agen perubahan,
- memiliki sifat pemberani,
- memercayai orang lain, dan
- meningkatkan diri menerus.
Dengan mempelajari kepemimpinan ini, kita akan menyadari arti pentingnya memiliki cita-cita.
- Langkah-langkah PembelajaranPengantar
Pada pelajaran kali ini, Anda mendapat tugas secara klasikal. Tugas ini untuk menyiapkan diri Anda dalam menghadapi kenaikan kelas. Kita pasti ingin naik kelas. Tentu saja semua akan bergembira bila semua anak di kelas ini naik kelas. Ulangan kenaikan kelas yang tinggal beberapa minggu perlu dipersiapkan dengan baik.
- Diskusi klasikal
Buatlah rencana kerja untuk mewujudkan harapan warga kelas, yaitu semua siswa naik kelas. Sebagai panduan, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
- Apa yang akan dilakukan?
- Bagaimana akan dilaksanakan?
- Kapan dilaksanakan?
- Siapa yang menjadi penanggung jawab?
- Siapa yang akan dilibatkan?
- Bagaimana akan dilaksanakan?
- Pengamatan
Catatan:
Selama proses berlangsung, guru mengamati beberapa hal berpedoman pada pertanyaan yang akan dibahas bersama.
Marilah kita bahas apa yang baru saja kita lakukan.
- Apakah muncul kepemimpinan? Siapa yang menjadi pemimpin?
- Bagaimana sikapnya dalam memimpin: otoriter, demokratis, menghargai pendapat orang lain secara adil, atau hanya menerima pendapat orang tertentu saja?
- Berhasilkah kalian menyusun program kerja? Apa bentuknya?
- Apakah rencana kalian telah dirumuskan secara jelas?
- Apakah muncul inovasi-inovasi baru?
- Sudahkah kalian bertindak atas dasar sistem nilai?
- Bagaimana sikapnya dalam memimpin: otoriter, demokratis, menghargai pendapat orang lain secara adil, atau hanya menerima pendapat orang tertentu saja?
Setelah waktu habis ajak para siswa untuk mencermati kembali apa yang baru saja mereka lakukan. Fokuskan dengan mencocokkan hasil pengamatan anda. Hantarkan mereka sampai pada pengenalan cirri-ciri kepemimpinan visioner.
Peneguhan
Visioner berasal dari kata dasar visi yang berarti cita-cita yang ingin diraih. Visi merupakan impian seseorang akan masa depan yang ingin dicapai. Impian itu begitu indah, begitu menggairahkan dan membangkitkan semangat hingga seseorang rela berkorban untuk dapat mewujudkannya. Dengan demikian pemimpin visioner adalah seorang pemimpin yang memiliki impian masa depan yang begitu indah dan menggairahkan sehingga ia begitu bersemangat untuk meraihnya bahkan rela berkorban jika perlu.
Kepemimpinan visioner pada dasarnya memiliki 7 (tujuh) ciri yaitu :
- Memiliki tujuan yang terumuskan dengan jelas dan dipegang teguh
Impian atau visi yang ingin dicapai seseorang harus terumuskan dengan jelas. Ini penting agar langkah yang akan diambil juga terarah dan pasti. Jika visi yang ingin diraih sendiri masih kabur dan belum fokus maka sangat mungkin dalam perjalanannya nanti akan mudah dibelokkan dan menjadi mudah bias. Visi yang jelas akan menjadi motivasi intrinsik yang sangat kuat untuk meraihnya.
Sesuai dengan jaman saat itu, kiranya cita–cita Maria Magdalena Daemen memang belum terumus dengan jelas dalam bentuk tulisan. Tidak ada dokumen yang mengatakan itu. Hanya saja, semenjak berumur 10 tahun Trienneke kecil telah mulai berpikir untuk menjadi seorang biarawati. Kepergiannya ke Maeseyck untuk bekerja pada seorang awam dan kemudian bekerja di paroki, tidak menghapus cita–citanya untuk menjadi seorang biarawati. Maka pada tanggal 12 oktober 1817 beliau mengucapkan profesi ordo ke III sekulir St. Fransiskus. Ia bergabung dengan para Mosuerkus Op de trapkes .
Di Heythusen keinginan untuk mendirikan biara baru mulai terbentuk. Maka ia memulai segalanya di Heythusen. Ia tidak lagi berhubungan dengan para Masouerkes di Maseyck. Segalanya serba baru. Keinginan mendirikan biara baru ini ia pegang teguh hingga segala rintangan dan tantangan yang beliau hadapi tak mampu memupus cita–citanya itu. Demikian juga keberhasilan–keberhasilan yang beliau dapatkan tidak membuatnya melupakan tujuan hidupnya, mendirikan biara baru untuk dapat mengikuti Bapa Fransiskus yang dihormatinya.
Kesulitan di tahun-tahun pertama tinggal di tengah desa, kesulitan dalam mendapatkan ijin mendirikan biara dengan sekolah berasrama, kesulitan dalam mendapatkan kain untuk bahan pembuatan habyt, kesulitan dalam membeli de Krepel, tidak adanya pembimbing rohani yang tetap tidak mampu menghambat atau membelokkan cita-citanya. Bukan hanya kegagalan, ketidakpercayaan orang-orang terdekat, dicemooh dan diolok-olok, dihadapinya dengan hati yang tabah dan tenang. Semuanya itu mampu dilewatinya berkat keteguhannya dalam memegang cita-cita.
- Bertindak atas dasar sistem nilai
Dalam mengambil setiap tindakan ataupun keputusan kepemimpinan visioner selalu berdasarkan nilai–nilai yang benar dan logis, bukan karena suka atau tidak suka, atau bahkan hanya berdasarkan perasaan atau emosi belaka. Segala sesuatunya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Pada saat terjadi pergantian kepemimpinan, beliau bertindak sangat bijaksana. Mengutamakan logika dari pada perasaan. Beliau tidak tersinggung, tidak marah, tidak merasa terbuang atau perasaan negatif yang lain. Menerima dengan tenang bahkan bersyukur karena Suster yang menggantikannya lebih cakap dalam memimpin kongregasi. Beliau menyadari keterbatasan yang dimiliki. Usia yang sudah mulai tua sementara kongregasi sudah semakin besar diikuti bertambah besarnya persoalan–persoalan yang muncul. Atas dasar inilah beliau telah mengambil keputusan yang sangat bijaksana.
Disisi lain meskipun pribadinya sangat sederhana, dalam bertindak Ibu Maria Magdalena Daemen lebih mengutamakan logika berpikir dan berdasarkan realita yang ada daripada perasaan. Sebagai contoh dalam penyusunan statuta saat menentukan arah kongregasi. Beliau melihat realita di masyarakat yang membutuhkan tindakan aktif, tindakan nyata dalam menolong masyarakat miskin, maka itulah yang diambil. Beliau tidak terjebak dalam “ tradisi “ biara saat itu yang cenderung tenggelam dalam kehidupan kontemplatif.
Ibu Magdalena Daemen memiliki keyakinan bahwa “Tuhanlah yang akan menyelenggarakan.“ Keyakinan inilah yang mendasari seluruh tindakan beliau dalam setiap mengambil keputusan. Sesuatu yang mulanya dianggap tidak mungkin dan mustahil, karena keyakinan dan iman yang tak tergoncangkan disertai usaha dan kerja keras akhirnya Tuhan sendiri yang menunjukkan jalan hingga terwujud menjadi kenyataan. Kemustahilan bisa menjadi kenyataan bila kita mau bekerja keras untuk mewujudkannya. Semuanya tergantung kita, ingin sukses atau gagal, ingin menjadi juara atau pecundang. Semuanya tergantung bagaimana kita memandang sebuah resiko dan mengubahnya menjadi sebuah kesempatan.
- Memiliki kemampuan mengatasi situasi yang sulit dan tak menentu
Dari semenjak masa kecil Trieneke telah dihadapkan pada situasi yang tidak mudah. Ancaman perang, kemiskinan, kesederhanaan dan kurangnya pendidikan formal telah membentuk kepribadian Trieneke kecil menjadi tangguh, pantang menyerah. Kemampuan untuk dapat melihat peluang sekecil apapun untuk menuju situasi yang lebih baik selalu diupayakan. Penolakan Pastor Van der Zant saat pertama kali tiba di Heythusen, kemiskinan ditahun pertama tinggal di rumah sederhana di tengah desa, kesulitan saat mau membeli de Kreppel, kesulitan ijin mendirikan biara dan sekolah berasrama telah mampu diatasi Ibu Maria Magdalena Daemen dengan baik. Ini menunjukkan tingkat kemampuannya dalam mengatasi situasi yang sulit.
- Mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan
Keputusan Maria Magdalena Daemen untuk meninggalkan segala kenyaman yang ada di Maeseyck dengan pergi ke Heythusen menunjukkan kepada kita bahwa beliau adalah orang yang tidak takut dengan perubahan. Demi peningkatan kualitas hidupnya untuk mengabdi pada Sang Pengantin Ilahi, beliau siap beradaptasi dengan situasi yang baru. Ini semakin dipertegas dengan tekadnya untuk memulai segala sesuatunya serba baru di Heythusen, yaitu lepas dari para Masoerkes di Maeseyck.
Demikian juga dengan perpindahan ke rumah kecil di tengah desa atau pun perpindahan rumah ke de Kreppel, adalah peristiwa–peristiwa lain yang menunjukkan kepada kita akan keberanian Ibu Maria Magdalena Daemen dalam menghadapi setiap perubahan yang menuju ke situasi yang lebih baik.
Bagi orang yang ingin maju perubahan adalah suatu kenikmatan, bukan hal yang menakutkan ataupun hal yang harus dihindari. Agen perubahan akan menganggap kemapanan adalah musuh mereka.
- Bersikap Pemberani
Magdalena Daemen telah menunjukkan sikap beraninya saat memutuskan untuk menjadi biarawati meskipun dengan resiko akan ditangkap, dianiaya ataupun diasingkan. Beliau telah menunjukkan keberanian saat memutuskan untuk mau berpindah ke Heythusen, memasuki lingkungan baru yang masih asing baginya. Beliau menunjukkan keberaniannya saat berkeinginan membeli de Kreppel meskipun banyak ditentang orang dan ditertawakan. Dianggap sebagai sebuah kebodohan, diangap tidak tahu diri, tidak memiliki uang tapi mau membeli rumah yang sangat besar dan mahal.
Beliau juga telah menunjukkan keberanian saat memohon ijin kepada Bapak Uskup di Luik untuk mendirikan biara baru dengan sekolah berasrama meskipun tidak ada biaya dan terlebih tiadanya tenaga yang memenuhi persyaratan minimal untuk menjadi seorang guru. Hanya bermodalkan keyakinan bahwa Tuhan yang akan menyelenggarakan beliau berjuang untuk memperoleh ijin.
- Mempercayai Orang lain
Peristiwa bergabungnya Anna maria, Gertrudis Kerkels dan Maria Catharina Deckers diawal–awal terbentuknya komunitas baru menunjukkan kepada kita tingkat kepercayaan Maria Magdalena Daemen pada orang lain. Kepercayaan akan niat baik orang lain sebagaimana yang ia jalani selama ini. Cara penyambutan yang ramah tanpa kecurigaan bahkan menganggap mereka sebagai rahmat Tuhan sendiri dalam Penyelenggaraan Ilahi membuktikan itu. Hanya orang yang tulus menerima sesamanya dapat bersikap demikian.
Momen penting lain yang dapat kita ambil yang menunjukkan tingkat kepercayaan Ibu Maria Magdalena Daemen pada orang lain adalah saat terjadi pergantian kepemimpinan dari Ibu Magdalena Daemen ke Ibu Theresia. Menunjukkan kepercayaannya, Ibu Magdalena Daemen dengan iklhas menyerahkan kepemimpinan ke tangan Ibu Theresia. Bahkan bersyukur karena penggantinya adalah orang yang lebih cakap dalam memimpin kelompok yang semakin besar itu.
- Meningkatkan diri secara terus menerus
Pada bagian ini memang tidak terlalu menonjol, tetapi dengan melihat apa yang beliau ajarkan kepada para suster saya punya keyakinan bahwa beliaupun terus menerus melatih diri untuk selalu meningkatkan kehidupan rohaninya. Apa yang beliau dapatkan dari bimbingan imam-imam Kapusin semenjak di Maseyck selalu dikembangkanya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dimiliki.
Barangkali hanya untuk menyebut satu contoh lain adalah peristiwa penyusunan statuta yang baru. Melihat latar belakang pendidikan formal Ibu Maria Magdalena Daemen, pergaulannya selama ini, penyusunan statuta ini bukanlah perkara yang sederhana untuk saat itu.. Hanya karena ketekunan dan kemauan yang besar untuk mempelajari dokumen–dokumen yang ada, kerendahan hati untuk bertanya dan meminta bantuan orang yang lebih mampu, akhirnya beliau mampu menyelesaikannya.
(Diambil dari “Ibu Magdalena Daemen dan kongregasinya: dalam sebuah refleksi)
- Refleksi
Setelah mengikuti diskusi secara klasikal, adakah hal-hal yang mengesankan Anda? Tulislah nilai-nilai yang dapat Anda petik dari pelajaran ini.